Pages

Subscribe:

Thursday 13 June 2013

Ukhuwah Islamiyah

Pendahuluan
Menumbuhkan kesadaran untuk memelihara persaudaraan serta menjauhkan diri dari perpecahan, merupakan realisasi pengakuan bahwa pada hakikatnya kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah. Sama kedudukan sebagai hamba dan khalifah Allah. Sama-sama mengemban amanat Allah sesuai dengan bidang tugas dan pekerjaan masing-masing.
Allah mengembalikan ke dasar keturunan manusia kepada dua orang nenek moyang, yaitu Adam dan Hawa, karena Allah hendak menjadikan tempat bertemu yang kokoh dari keakraban hubungan ukhuwah atau persaudaraan seluruh anak manusia. Tidak ada beda di antara hamba Allah, tiada seorang lebih mulia dari yang lain.
Dalam makalah ini kami akan mencoba, memberikan penjelasan secara singkat tentang orang muslim itu bersaudara, Mu’min itu ibarat bangunan, larangan memaki dan membunuh muslim, dan kewajiban muslim terhadap muslim lain. Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

Hadits
Hadits Ibn Umar tentang orang Muslim itu bersaudara
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي الله عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ * (أخرجه البخاري في كتاب الاكراه)
Dari Abdullah Ibn Umar RA. sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda seorang muslim bersaudara kepada sesama orang muslim, tidak boleh menganiayanya dan tidak boleh dibiarkan dianiaya oleh orang lain dan siapa menyampaikan hajat saudaranya, niscaya Allah menyampaikan hajatnya.[1]

Hadits Abu Musa tentang Mukmin itu ibarat bangunan
عَنْ أَبِي مُوسَي عَنِ النَّبِيْ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ * (أخرجه البخاري في كتاب الصلاة)
          Dari Abu Musa bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda sesungguhnya seorang mu’min bagi sesama mu’min bagaikan bangunan yang kuat menguatkan setengah pada setengahnya.[2]

Hadits Ibn Mas’ud tentang larangan memaki dan membunuh Muslim
عَنْ عَبْدِاللهِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ * (أخرجه البخاري في كتاب الاداب)
          Dari Abdullah Mas’ud ia berkata Rasulullah SAW. bersabda memaki muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.[3]

Hadits Abu Hurairah tentang kewajiban Muslim terhadap Muslim lain.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولُ اللهِ قَالَ إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَاعَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ * (أخرجه مسلم في كتاب السلام)[4]
          Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda kewajiban seorang muslim kepada sesama muslim lainnya ada enam. Lalu berkata, apa saja wahai Rasulullah. Rasulullah berkata: jika bertemu memberi salam kepadanya, jika dia mengundang harus didatangi, jika dia minta nasihat harus dinasihati, jika dia bersin maka ucapkan Khamdalah sesudahnya, jika dia sakit maka ditengok, dan jika dia mati diantar jenazahnya.[5]

Pembahasan
Sesama Muslim itu Bersaudara
Orang islam satu sama lain itu dipandang sebagai saudara, maka persaudaraan itu menghendaki supaya masing-masing satu sama lainnya tidak boleh menganiaya akan yang lain, dan tidak boleh bersikap membiarkan saudaranya dalam kebinasaan. Karena itu apabila kita dapati seorang menderita kelaparan, wajiblah kita menolongnya untuk melepaskan dirinya dari penderitaan yang menimpanya.
Di antara tanda-tanda terjalinnya hubungan ukhuwah Islamiyah, adalah perasaan senang memberikan manfaat kepada saudara-saudara kita, juga ada perasaan senang dan gembira melihat mereka mendapat nikmat dan kebaikan, bagikan kita sendiri yang memperolehnya. Sebagai mu’min sejati, hendaknya merasa bahwa dirinya itu tidak dapat hidup berdiri sendiri dan hendaknya dirinya tidak sendirian, karena teman-teman sesama muslim membantu dan mendukungnya baik sedang dalam keadaan senang maupun susah.[6]
Sesungguhnya dua orang bersaudara karena Allah, jika salah seorang dari keduanya lebih tinggi kedudukannya daripada yang lain, maka kedudukannya  akan diangkat bersama saudaranya. Sesungguhnya ia dihubungkan sebagaimana anak cucu dihubungkan dengan kedua orang tua dan keluarga satu dengan yang lain. Karena persaudaraan itu, jika didapatkan karena Allah, maka ia tidak lebih rendah daripada persaudaraan sedarah.[7]

Mu’min itu Ibarat Bangunan
Rumah batu tersusun dari beberapa dinding tembok yang satu sama lainnya, ikat mengikat dan tiap-tiap tembok itu terdiri dari ber ratus-ratus batu bata dan di ikat oleh semen. Seorang muslim dengan muslim lainnya hendaknya seperti itu. Kita kaum muslimin pasti mempunyai kekuatan, apabila benar bersatu padu, tolong-menolong dan bantu membantu, bergotong-royong yang rapi sehingga menjadi kekuatan yang sangat kuat dan sukar untuk dipecah belah. Dengan dasar gotong-royong dan dasar rukun tetanggalah kita dapat membina masyarakat yang sentosa, masyarakat yang aman, masyarakat yang diliputi oleh kasih sayang yang dapat membahagiakan umat.
Tolong menolong itu ada dua macam: yang pertama tolong menolong dalam bentuk kebendaan (material) dan yang kedua tolong menolong dalam bentuk berbuat baik dan takwa (spiritual).
Tolong menolong dalam bentuk kebendaan yakni dengan mengulurkan bantuan kepada para penderita atau siapa saja yang memerlukan bantuan. Adapun tolong menolong dalam bentuk berbuat baik dan takwa yakni dengan memberikan tuntunan dan bimbingan atau pengajaran.[8]

Larangan Memaki dan Membunuh Muslim
Dalam hadits di atas, kata “سِبَابُ الْمُسْلِمِ” merupakan mashdar yang di idhofahkan kepada maf’ulnya yang berarti mencaci atau membicarakan sesuatu yang mencela terhadap harga diri seorang muslim. Dan kata “كُفُرْ” yang dikehendaki di sini bukan arti secara hakiki(sebenarnya) yaitu orang yang keluar dari islam, tetapi yang di kehendaki adalah memberi ancaman secara sungguh-sungguh, atau “كُفُرْ” secara bahasa yang berati seolah-olah sebab membunuh maka dia tertutup dari rahmat Allah, dan dari kewajiban menolong penderitaan orang lain.[9]

Kewajiban Muslim Terhadap Muslim Lain
Antara lain, mengucapkan salam kepadanya apabila berjumpa dengannya, memenuhi undangannya apabila ia mengundangmu, mendo’akannya apabila ia bersin, menengoknya apabila ia sakit, menyaksikan jenazahnya apabila ia meninggal, menanggap baik sumpahnya apabila ia bersumpah atasmu, menasihatinya apabila ia meminta nasihat padamu, memelihara kehormatan dirinya apabila ia tidak ada di hadapanmu.[10]
Sedangkan hak-hak sesama Muslim menurut Imam al-Ghazali adalah, memberikan salam kepadanya jika ia bertemu, menyukai apa yang disukai orang-orang mu’min sebagaimana ia menyukai apa yanng dia sukai, dan membenci apa yang di benci orang-orang mu’min,tidak menyakiti salah seorang dari kaum muslimin dengan perbuatan atau perkataan, bersikap tawadhu kepada setiap muslim dan tidak sombong, tidak menyampaikan berita (gunjingan) kepada sebagian yang lain tentang  apa yang didengarnya dari sebagian yang lain, kalau ia marah kepada orang yang dikenalnya maka ia tidak boleh menghindarinya lebih tiga hari, dan seterusnya.
Agama Islam menyeru dan mengajak kaum muslimin melakukan pergaulan di antara kaum muslimin, baik bersifat pribadi orang seseorang, maupun badan dalam bentuk kesatuan. Karena dengan pergaulan kita dapat saling berhubungan mengadakan pendekatan serta dapat mencapai kemaslahatan masyarakat yang adil dan makmur, dalam membina masyarakat yang berakhlaqul karimah.
Adab pergaulan sesama muslim dapat diperinci antara lain sebagai berikut:
  1. menyukai untuk segala saudara seagama apa yang dicintai untuk dirinya sendiri.
  2. Tiada menyakiti seorang muslim
  3. Berlaku tawadhu (merendahkan diri) kepada segala saudaranya
  4. Menghormati orang tua dan mengasihani orang-orang yang lebih muda
  5. Menghadapi manusia dengan muka yang jernih
  6. Tidak mudah mendengar berita-berita buruk
  7. Memelihara kehormatan saudaranya
  8. Menempatkan seseorang pada tempatnya
  9. Masuk ke rumah seseorang harus dengan izin
  10. Memberikan nasihat dan berlaku jujur
Dalam usaha memupuk persaudaraan dan persahabatan yang paling ampuh ialah adanya saling kunjung-mengunjungi. Dan kunjung-mengunjungi hendaklah dilakukan secara ikhlas, jangan pamrih apa-apa, tetapi karena mencari keridhaan Allah semata-mata. Adapun manfaat dari kunjung-mengunjung (silaturahmi), yaitu:
  1. Memperoleh keridhaan Allah karena dengan silaturahmi itu diperintahkan oleh-Nya
  2. Menggembirakan sanak kerabatnya, karena diriwayatkan dalam salah sebuah hadits bahwa perbuatan yang paling utama adalah menggembirakan orang yang beriman.
  3. Para malaikat merasa gembira, karena mereka bergembira bila ada orang yang bersilaturahmi.
  4. Mendapat pujian yang baik dari segenap kaum muslimin.
  5. Menyedihkan iblis yang terkutuk.
  6. Menambah umur.
  7. Menambah berkah dalam rizkinya.
  8. Menyenangkan orang-orang yang telah meninggal dunia karena nenek moyangnya merasa senang dengan adanya silaturahmi yang dilakukan oleh anak cucunya.
  9. Menambah kasih sayang.
  10. Menambah pahala setelah ia mati, karena mereka akan tetap mendoakannya walaupun ia telah mati selama mereka ingat kebaikan yang ia lakukan buat mereka.[11]
Penutup
Orang islam satu sama lain itu dipandang sebagai saudara, maka persaudaraan itu menghendaki supaya masing-masing satu sama lainnya tidak boleh menganiaya akan yang lain, dan tidak boleh bersikap membiarkan saudaranya dalam kebinasaan.
Kita kaum muslimin pasti mempunyai kekuatan, apabila benar bersatu padu, tolong-menolong dan bantu membantu, bergotong-royong yang rapi sehingga menjadi kekuatan yang sangat kuat dan sukar untuk dipecah belah, ibarat bangunan. Jika bangunan tersebut menggunakan bahan yang berkualitas, hasilnya akan kokoh dan mengokohkan.
Orang yang membunuh seseorang disebut pembunuh, fasiq, dzalim atau pendurhaka dan kafir. Sebagaimana dalam hadits di atas “ Memaki-maki orang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekafiran.”
Kewajiban Muslim Terhadap Muslim Lain, antara lain, mengucapkan salam kepadanya apabila berjumpa dengannya, memenuhi undangannya apabila ia mengundangmu, mendo’akannya apabila ia bersin, menengoknya apabila ia sakit, menyaksikan jenazahnya apabila ia meninggal, menanggap baik sumpahnya apabila ia bersumpah atasmu, menasihatinya apabila ia meminta nasihat padamu.
Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis pasrah dan berserah diri, apabila dalam penulisan ini terdapat kesalahan, itu hanya semata karena didasari kemampuan penulis sangat minim pengetahuan agamanya, dan karena dari setan ar-rajim, akan tetapi sebaliknya apabila ada kebenaran, penulis yakin itu semata hanya merupakan taufik, maunah dan ridha Allah Azza wa Jalla. Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Annawawy. Riadhus Shalihin. diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dengan judul Tarjamah Riadhus Shalihin I. Bandung: PT Al Maarif, 1978.
Al Ghazali, Muhammad. Akhlaq Seorang Muslim. disunting oleh Drs. H. Moh. Rifai. Semarang: Wicaksana, 1986.
Hasan, Imam Muhammad Ibn Kholifah Wasyatani al Ubiy dan Imam Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yusuf al-Sanusi. Sahih Muslim, Ikamlul Ikmal al Mu’lim Juz VII. Beirut: Darul Kitab al Ilmiyah, 1994.
Hawwa, Sa’id.  Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil-Anfus. diterjemahkan oleh Abdul Amin dkk. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006.
Ad Dimsyaqi, Syeikh Muhammad Djamaluddin Al Qasimy. Mau’idhotul Mukminin Min Iha’ ‘Ulumiddin. diterjemahkan oleh Abu Ridha dengan judul Terjemah Mau’idhotul Mukminin Bimbingan Orang-orang Mukmin. Semarang: CV Asy Syifa’, 1993.
al-Naisaburi, Muslim bin al-Hijij Abu al-Husain al-Qusyairi. Shahih Muslim Juz II. Bandung: Dahlan, [t.th.].
al-Qasthalani,  Imam Syihabuddin Ahmad Bin Muhammad. Irsyadus Syari’, Syarah Shahih al Bukhori. Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, 1996.
As-SamarqandiAl Faqih Nashr bin Muhammad bin Ibrahim. Kitab Tanbihul Ghafillin. diterjemahkan oleh Drs. H. Muslich Shabir, MA. dengan judul Terjemah Tanbihul Ghafilin Peringatan bagi Orang-orang yang Lupa jilid I. Semarang: CV. Toha Putra, 1993.

[1] Annawawy, Riadhus Shalihin, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dengan judul Tarjamah Riadhus Shalihin I (Cet. II; Bandung: PT Al Maarif, 1978), hlm. 238-239.
[2] Ibid, hlm. 234-235
[3] Imam Syihabuddin Ahmad Bin Muhammad al-Qasthalani, Irsyadus Syari’, Syarah Shahih al Bukhori (Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, 1996), hlm. 64.
[4] Muslim bin al-Hijij Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim Juz II (Bandung: Dahlan, t.th.), hlm. 266.
[5] Imam Muhammad Ibn Kholifah Wasyatani al Ubiy dan Imam Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yusuf al-Sanusi Hasan, Sahih Muslim, Ikamlul Ikmal al Mu’lim Juz VII (Beirut: Darul Kitab al Ilmiyah, 1994), hlm. 325-326.
[6] Muhammad Al Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, disunting oleh Drs. H. Moh. Rifai (Cet. I; Semarang: Wicaksana, 1986), hlm. 347.
[7] Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil-Anfus, diterjemahkan oleh Abdul Amin dkk  (Cet. III; Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 650.
[8] Muhammad Al Ghazali, op. cit., hlm. 348-349.
[9] Imam Syihabuddin Ahmad Bin Muhammad al-Qasthalani, op. cit., hlm. 64
[10] Syeikh Muhammad Djamaluddin Al Qasimy Ad Dimsyaqi, Mau’idhotul Mukminin Min Iha’ ‘Ulumiddin, diterjemahkan oleh Abu Ridha dengan judul Terjemah Mau’idhotul Mukminin Bimbingan Orang-orang Mukmin (Cet. I; Semarang: CV Asy Syifa’, 1993), hlm. 307.
[11] Al Faqih Nashr bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi, Kitab Tanbihul Ghafillin, diterjemahkan oleh Drs. H. Muslich Shabir, MA. dengan judul Terjemah Tanbihul Ghafilin Peringatan bagi Orang-orang yang Lupa jilid I (Cet. I; Semarang: CV. Toha Putra, 1993), hlm. 217.

0 comments:

Post a Comment